KREATIVITAS
Ø PENGERTIAN KREATIVITAS
Pengertian
Kreativitas adalah : Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk berfikir tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa
(unusual) dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan”
(Semiawan, 1999: 89)
Selain dari
apa yang telah disebutkan diatas, maka untuk memahami pengertian kreativitas,
maka Rhodes (Munandar, 1977) mengemukakan bahwa ada beberapa tinjauan yang
harus dikaji. Adapun definisi kreativitas itu dapat dikaji melalui the Four
P’s of Creativity (Person, Product, Process, and Press).
·
Kreativitas
sebagai pribadi (person), kreativitas itu mencerminkan keunikan individu
dalam pikiran-pikiran dan ungkapan-ungkapan. Halini dipertegas oleh Paul Swartz
(1963) bahwa kreativitas merupakan ekspresi tertinggi individualitas manusia. Kretivitas
sebagai produk (product), suatu karya dapat dikatakan kreatif, jika
karya itu merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinil dan bermakna bagi
individu dan / atau lingkungan. Lebih jauh diungkapkan oleh Jhon A. Glover
(1980) bahwa ada tempat pemberangkatan yang terbaik, yaitu kriteria yang
dianggap cukup representatif oleh sebagian besar para ahli psikologi dalam
mendefinisikan kreativitas. Kriteria yang dimaksudkan adalah sipat kebaruan (novelty)
dan kegunaan (utility). Kreativitas sebagai proses (process) yaitu
bersibuk diri secara kreatif yang menunjukan kelancaran, fleksibilitas, dan
orisinalitas dalam berfikir.
·
Para ahli
yang merumuskan definisi kreativitas berdasarkan proses, yaitu Spearman (1930)
dan Torrance (1974). Spearman (Munandar, 1977) berpendapat bahwa berfikir
kreatif pada dasarnya merupakan proses melihat atau menciptakan hubungan antara
proses sadar dan dibawah sadar.
Sementara E. Paul Torrance (Semiawan, 1999: 90) mendefinisikannya
sebagai berikut:
1. ‘Creativity, as a process of
becoming sensitive to problems, deficiencies, gaps in knowladge, nissing
elements, disharmonies, and so on; identifying the dificulty; searching
for solutions, making guesses, or
formulating hypothesis about the dificiences; testing and retesting these
hypothesis and posibly modifying and retesting; and finally communicating the
result’. Kreativitas sebagai press, menurut bahasa MacKinnon (Roslnaksky, 1970)
The creative situation, yaitu kondisi dari dalam atau luar, lebih konkritnya
situasi kehidupan atau lingkungan sosial, kultural, dan kerja yang memberikan
kemudahan dan mendorong penampilan fikiran dan tindakan kreatif.
·
Akhirnya
secara komprehensif kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berfikir,
bersikap, dan bertindak tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa
(unusual) guna memecahkan berbagai persoalan, sehingga dapat menghasilkan
penyelesaian yang orisinal dan bermanfaat.
1. Teori Psikoanalisis
Menganggap
bahwa proses ketidaksadaran melandasi kreativitas. Kreativitas merupakan
manifestasi dari kondisi psikopatologis.
2. Teori Assosiasionistik
Memandang kreativitas sebagai hasil dari proses
asosiasi dan kombinasi antara elemen-elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan
sesuatu yang baru.
3. Teori Gestalt
Memandang kreativitas sebagai manifestasi dari proses
tilikan individu terhadap lingkungannya secara holistik.
4. Teori Eksistensial
Mengemukakan bahwa kreativitas merupakan proses untuk
melahirkan sesuatu yang baru melalui perjumpaan antara manusia dengan manusia,
dan antara manusia dengan alam. Menurut May (1980), dengan teori eksistensial
ini, setiap perilaku kreatif selalu didahului oleh ‘perjumpaan’ yang intens dan
penuh kesadaran antara manusia dengan dunia sekitarnya.
5. Teori Interpersonal
Menafsirkan kreativitas dalam konteks lingkungan
sosial. Dengan menempatkan pencipta (kreator) sebagai inovator dan orang di
sekeliling sebagai pihak yang mengakui hasil kreativitas. Teori ini menekankan pentingnya
nilai dan makna dari suatu karya kreatif. Karena nilai mengimplikasikan adanya
pengakuan sosial.
6. Teori Trait
Memberikan tempat khusus kepada usaha untuk
mengidentifikasi ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik utama kreativitas.
Betapa
pentingnya pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh
para wakil rakyat melalui Ketetapan MPR-RI No.11/MPR/1983 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara sebagai berikut:
“Sistem
pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang yang
memerluka jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus
meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja” (Departemen
Penerangan, 1983:60).
Perilaku
kreatif adalah hasil dari pemikiran kreatif. Oleh karena itu, hendaknya sisitem
pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif,
di samping pemikiran logis dan penalaran.
Biasanya
seseorang yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai
kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup
mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko
(tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam
melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dasn disukai , mereka
tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak
takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin
tidak disetujui oleh orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda,
menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya
diri,keuletan dan ketekunan membuat mereka tidakcepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka.
1. Thomas edison (Munandar, 2004: 35)
mengatakan bahwa ‘Dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih dari
200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi
seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ”genius is 1% inpiration and 99%
perpiration”.’
2. Treffinger (Munandar, 2004: 35)
mengatakan bahwa pribadi yan'g kreatif biasanya lebih teroganisasi dalam
tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan
matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan maslah yang mungkin timbul dan
implikasinya.
3. Tingkat energi, spontanitas, dan
kepetualangan yang luar sering biasa sering tampak pada orang kreatif; demikian
pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikan,
misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajagi kota atau tempat
baru
Seseorang
yang berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat
masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan
ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
1. Ciri yang lebih serius pada orang
berbakat ialah ciri seperti idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi,
merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti dari keberadaan
mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukan perhatian pada masalah orang
dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas, dan masalah lain yang
dapat yang mereka amati di dalam masyarakat.
2. Ciri
kreatif lainnya ialah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal
yang rumit dan misterius. Misalnya kecendrungan untuk percaya pada yang paranormal.
Mereka lebih sering memiliki pengalaman indra ke enam atau kejadian mistis. Minat
seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang
berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka memiliki minat yang cukup besar terhadap seni, satra, musik, dan
teater. Sedemikian jauh, tampak seolah pribadi yang kreatif itu ideal. Namun, ada
juga karekteristik dari seseorang
kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik,
tetapi tidak penurut, hal ini dapat memusingkan kepala guru. Anak kreatif bisa
juga bersifat tidak koperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh
tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak
dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut membutuhkan pengertian dan
kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan pengarahan.
“Penelitian
pertama di indonesia tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan pada
tahun 1977 dengan membandingkan pendapat tiga kelompok, yaitu pendapat
psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yang digunakan ialah adaptasi
dari Torrance, yaitu ideal pupil checklist yang terdiri atas 60 ciri yang
melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan perbedaan kelompok orang
yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif” (Munandar, 2004:
36).
Ciri-ciri
perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang
menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut: berani dalam
pendirian/keyakinan, melit (ingin tahu), mandiri dalam berpikir dan
mempertimbangkan, bersibuk diri terus menerus dengan kerjanya, intuitif, ulet,
tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja. Kenyataan
menunjukan, bahwa guru dan orang tua lebih menginginkan perilaku sopan, rajin
dan patuh dari anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas.
Bagaimana
pandangan di indonesia tentang ciri-ciri pribadi yang kreatif dan ciri-ciri
yang diinginkan pendidik pada anak? Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif
yang diperoleh dari kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:
1. Imajinatif
2. Mempunyai prakarsa
3. Mempunyai minat luas
4. Mandiri dalam berfikir
5. Melit
6. Senang berpetualang
7. Penuh energi
8. Percaya diri
9. Bersedia mengambil risiko
10. Berani dalam pendirian dan
keyakinan.
Ø Kendala Dalam Pengembangan Kreativitas Anak
Kreativitas merupakan faktor
penentu keberbakatan di samping tingkat kecerdasan di atas rata-rata. ‘Namun,
Amabile mengatakan bahwa lingkungan yang menghambat dapat merusak motivasi
anak, betapa kuat pun, dan dengan demikian mematikan kreativitas’ (Munandar,
2004: 223)
Masalahnya ialah bahwa dalam
upaya membantu anak merealisasikan potensinya, sering kita menggunakan cara
paksaan agar mereka belajar. Penggunaan paksaan atau kekerasan tidak saja
berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau memaksakan aturan-aturan,
tetapi juga bila kita memberikan hadiah atau pujian secara berlebih. Amabile
mengemukakan empat cara yang mematikan kreativitas, yaitu:
· Evaluasi
Rogers (Munandar, 2004: 223)
menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa
pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda pemberian
evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi. Bahkan menduga akan dievaluasi
pun dapat mengurangi kreativitas anak. Selain itu kritik atau penilaian
sepositif apapun meskipun berupa pujian dapat membuat anak kurang kreatif, jika
pujian itu memusatkan perhatian pada harapan akan dinilai.
· Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa
memberi hadiah akan memperbaiki atau meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata
tidak demikian. Pemberian hadiah dapat merusak motivasi intrinsik dan mematikan
kreativitas.
· Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi lebih kompleks daripada
pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri, karena kompetisi meliputi
keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya
akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa yang terbaik akan menerima
hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sayangnya dapat
mematikan kreativitas.
· Lingkungan yang
Membatasi
Albert Einstein yakin bahwa
belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan paksaan. Sebagai anak
ia mempunyai pengalaman mengikuti sekolah yang sangat menekankan pada disiplin
dan hafalan semata-mata. Ia selalu diberitahu apa yang harus dipelajari,
bagaimana mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat mengulanginya dengan
tepat, pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan menghilangkan minatnya
terhadap ilmu, meskipun hanya utnuk sementara. Padahal, sewaktu baru berumur
lima tahun ia amat tertarik untuk belajar ketika ayahnya menunjukkan kompas
kepadanya. Contoh ini menunjukkan bahwa jika berpikir dan belajar dipaksakan
dalam lingkungan yang amat membatasi, minat dan motivasi intrinsik dapat
dirusak.
1. Kendala dari Sosialisasi
Apa yang harus dilakukan
pendidik? Cara-cara baku yang begitu lama diandalkan dalam mendidik dan
mengajar anak melalui evaluasi, hadiah, kompetisi dan membatasi pilihan, dalam
kenyataan dapat merusak kreativitas. Jika hal itu ditiadakan, bagaimana kita
dapat berhasil dalam menyosialisasikan anak menjadi orang yang dalam tingkah
lakunya sopan, bertanggung jawab dan taat hukum?
Jawabannya ialah bahwa seorang
pendidik harus bertindak secara seimbang. Anak memerlukan pengendalian sehingga
mereka merasa aman dalam lingkungan yang stabil dan andal, tetapi tidak
sedemikian jauh bahwa mereka merasa seakan-akan apapun yang mereka lakukan
adalah karena diharuskan. ‘Amabile mengemukakan bahwa pendidik perlu mentukan
batas-batas terhadap perilaku anak didiknya tetapi sedemikian bahwa mereka
dapat mempertahankan motivasi intrinsik mereka’ (Munandar, 2004: 225).
Namun yang membuat perbedaan
bukanlah semata-mata apakah anak diberi pembatasan atau tidak, tetapi bagaimana
pembatasan ini diberikan. Jika anak merasa diawasi, maka motivasi dan
kreativitas akan terhambat. Tetapi jika pembatasan diberikan sedemikian, anak
merasa mereka sendiri ingin berperilaku sebagaimana diharapkan, maka tidak
perlu ada dampak penghambat terhadap motivasi dan kreativitas. Dampak
penghambat kreativitas berupa pemberian penilaian dan hadiah agaknya bergantung
dari bagaimana hal itu diberikan.
2. Kendala dari Rumah
Tidak jarang karena keinginan
orangtua membantu anak berprestasi sebaik mungkin, meraka mendorong anak dalam
bidang-bidang yang tidak diminati anak. Akibatnya ialah, meskipun anak
berprestasi cukup baik menurut ukuran standar, mencapai nilai tinggi, mendapat
penghargaan, tetapi mereka tidak menyukai kegiatan tersebut sehingga tidak
menghasilkan sesuatu yang betul-betul kreatif.
Menurut Amabile (Munandar, 2004:
227) ‘lingkungan keluarga dapat pula menghambat kreativitas anak dengan tidak
menggunakan secara tepat empat “pembunuh kreativitas” yaitu evaluasi, hadiah,
kompetisi, dan pilihan atau lingkungan yang terbatas’.
3. Kendala dari Sekolah
a) Sikap
Guru
Dalam suatu studi, tingkat
motivasi intrinsik siswa renda, jika guru terlalu banyak mengontrol, dan lebih
tinggi jika guru memberikan lebih banyak otonomi.
Beberapa studi menunjukkan Pygmalion
Effect, yaitu bahwa tanpa disadari seseorang berperilaku sebagaimana ia
percaya orang lain mengharapkan ia berperilaku. Guru-guru sekolah dasar
diberitahu bahwa anak-anak tertentu di dalam kelas akan menunjukkan “kemajuan
yang luar biasa” dalam kinerja intelektual selama tahun pelajaran. Dalam
kenyataan, nama siswa-siswa tersebut dipilih secara acak oleh peneliti. Yang
mengejutkan ialah bahwa pada akhir tahun siswa-siswi tersebut betul-betul
memperlihatkan kemajuan intelektual. Kemudian, peneliti menemukan bahwa
kemajuan juga terjadi jika guru mengharapkan siswa meningkat dalam kreativitas.
Menurut Chaplin, harapan guru
secara sadar atau tidak sadar dikomunikasikan kepada siswa, dan konsep diri
serta harapan diri siswa dibentuk oleh umpan balik dari guru. Pygmalion
Effect ini juga disebut self-fulfilling prophesy, yaitu penemuan
bahwa tanpa disadari orang berperilaku sebagaimana mereka percaya orang lain
mengharapkan mereka berperilaku (Munandar, 2004: 228).
b) Belajar
dengan Hafalan Mekanis
Pada dasawarsa 1960-an pendukung
gerakan “kelas terbuka” (open classroom) menekankan bahwa
metodependidikan tradisional, termasuk menghafal secara mekanis menghambat
kreativitas. Bahkan ada yang berpendapat bahwa terlalu banyak pengetahuan
merusak kreativitas. Namun, sekarang pendukung dari gerakan “back to basics”
menyatakan bahwa pendidikan tidak ada gunanya jika tidak berdasarkan
pembelajaran bahan pengetahuan dasar.
Agaknya kedua pandangan tersebut
mempunyai segi benarnya. Tidak mungkin bahwa seseorang mempunyai terlalu banyak
pengetahuan untuk dapat menjadi kreatif. Peningkatan dalam bidang pengetahuan
tertentu akan meningkatkan kesempatan untuk menemukan kombinasi gagasan baru.
Namun, mungkin saja bahwa kreativitas menjadi lumpuh jika pengetahuan dihimpun
dengan cara yang keliru.
Salah satu cara yang salah untuk
menghimpun pengetahuan adalah dengan belajar secara mekanis, mengahafal fakta
tanpa pemahaman bagaimana hubungan antara fakta tersebut. Pengetahuan seperti
itu dapat berguna untuk memperoleh nilai tinggi pada tes pilihan ganda, tetapi
akan kurang berguna untuk menghasilkan karya kreatif.
c) Kegagalan
Semua siswa pasti pernah
mengalami kegagalan dalam pendidikan meraka, tetapi frekuensi kegagalan dan
cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata terhadap motivasi
intrinsik dan kreativitas.
Kegagalan tidak dapat dihindari
seluruhnya, dan juga tidak perlu dihindari, karena kita dapat belajar dari
kesalahan dan kegagalan. Bedanya ialah dalam cara guru membantu siswa memahami
dan menafsirkan kegagalan.
d) Tekanan
akan Konformitas
Bukan guru saja yang dapat
mematikan krativitas di sekolah. Anak-anak dapat saling menghambat kreativitas
mereka dengan menekankan konformitas. Dampak dari tekanan teman sebaya nyata
jika kita melihat gaya berpakaian ana, dan hiburan atau kegiatan waktu luang
yang disukai. Pada umur sekitar sembilan tahun tekanan akan konformitas oleh
teman sebaya dapat menghambat kreativitas anak. Penemuan bahwa kreativitas
cenderung menurun pada tingkat kelas empat agaknya berkaitan langsung dengan
teman sebaya (Torrance, dikutip Amabile, 1989). Padahal justru potensi kreatif
itu dalam perwujudannya mencerminkan keunkan seseorang. Seyogianya setiap anak
diberi kebebasan untuk “menjadi dirinya”.
e) “Sistem”
Sekolah
Lebih sering orang-orang yang
sangat kreatif mempunyai kesulitan di sekolah karena menurut guru “mereka
terlalu kreatif’. Bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan tingkat
kreativitas yang tinggi, sekolah bisa sangat membosankan. Salah satu ciri anak
berbakat kreatif ialah merasa bosan dengan tugas-tugas rutin.
Dalam tulisannya, Boredom,
High Ability and Achievement Joan Freeman (1993) memberikan saran-saran
bagaimana mengatasi rasa bosan anak berbakat di sekolah. Dari penelitiannya ia
memperoleh hasil, bahwa kebosanan dapat timbul karena cara-cara belajar yang
tidak tepat. Cara terbaik untuk menghindari menurunnya minat dan timbulnya
kebosanan ialah dengan meningkatkan motivasi intrinsik. Bagi siswa berbakat
pembelajaran harus menantang, dengan memberikan kepada mereka bahan pelajaran
yang lebih majemuk dan merangsang. Mempertimbangkan minat khusus anak dan gaya
belajarnya merupakan cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif
dalam belajar. Pendekatan yang fleksibel dalam mengajar penting untuk
meningkatkan kompetensi anak.
Ø
KESIMPULAN
Seperti yang
kita ketahui, anak-anak yang kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki minat
yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja
kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih
berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada
umumnya. Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi,
dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk
bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Mengenai
perkembangan kreativitasnya, Arasteh (Hurlock, 1982) mencoba untuk
mengidentifikasi sejumlah usia keritis bagi perkembangan kreativitas pada usia
mereka. Pertama, pada usia 5–6
tahun ketika anak-anak siap memasuki sekolah, mereka belajar bahwa meraka harus
menerima otoritas dan konformis dengan aturan dan tata tertib yang dibuat orang
dewasa ( orangtua dan guru). Kedua, Usia 8 sampai 10 tahun ketika
keinginan anak untuk diterima sebagai anggota gang mencapai puncaknya.