Selasa, 16 Juni 2015

Kretivitas



KREATIVITAS




Ø  PENGERTIAN KREATIVITAS

Pengertian Kreativitas adalah : Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa (unusual) dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan” (Semiawan, 1999: 89)
Selain dari apa yang telah disebutkan diatas, maka untuk memahami pengertian kreativitas, maka Rhodes (Munandar, 1977) mengemukakan bahwa ada beberapa tinjauan yang harus dikaji. Adapun definisi kreativitas itu dapat dikaji melalui the Four P’s of Creativity (Person, Product, Process, and Press).
·         Kreativitas sebagai pribadi (person), kreativitas itu mencerminkan keunikan individu dalam pikiran-pikiran dan ungkapan-ungkapan. Halini dipertegas oleh Paul Swartz (1963) bahwa kreativitas merupakan ekspresi tertinggi individualitas manusia. Kretivitas sebagai produk (product), suatu karya dapat dikatakan kreatif, jika karya itu merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinil dan bermakna bagi individu dan / atau lingkungan. Lebih jauh diungkapkan oleh Jhon A. Glover (1980) bahwa ada tempat pemberangkatan yang terbaik, yaitu kriteria yang dianggap cukup representatif oleh sebagian besar para ahli psikologi dalam mendefinisikan kreativitas. Kriteria yang dimaksudkan adalah sipat kebaruan (novelty) dan kegunaan (utility). Kreativitas sebagai proses (process) yaitu bersibuk diri secara kreatif yang menunjukan kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berfikir.
·         Para ahli yang merumuskan definisi kreativitas berdasarkan proses, yaitu Spearman (1930) dan Torrance (1974). Spearman (Munandar, 1977) berpendapat bahwa berfikir kreatif pada dasarnya merupakan proses melihat atau menciptakan hubungan antara proses sadar dan dibawah sadar.  Sementara E. Paul Torrance (Semiawan, 1999: 90) mendefinisikannya sebagai berikut:
1.      ‘Creativity, as a process of becoming sensitive to problems, deficiencies, gaps in knowladge, nissing elements, disharmonies, and so on; identifying the dificulty; searching for  solutions, making guesses, or formulating hypothesis about the dificiences; testing and retesting these hypothesis and posibly modifying and retesting; and finally communicating the result’. Kreativitas sebagai press, menurut bahasa MacKinnon (Roslnaksky, 1970) The creative situation, yaitu kondisi dari dalam atau luar, lebih konkritnya situasi kehidupan atau lingkungan sosial, kultural, dan kerja yang memberikan kemudahan dan mendorong penampilan fikiran dan tindakan kreatif.
·         Akhirnya secara komprehensif kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berfikir, bersikap, dan bertindak tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa (unusual) guna memecahkan berbagai persoalan, sehingga dapat menghasilkan penyelesaian yang orisinal dan bermanfaat.



1.      Teori Psikoanalisis
Menganggap bahwa proses ketidaksadaran melandasi kreativitas. Kreativitas merupakan manifestasi dari  kondisi psikopatologis.
2.      Teori Assosiasionistik
Memandang kreativitas sebagai hasil dari proses asosiasi dan kombinasi antara elemen-elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru.
3.      Teori Gestalt
Memandang kreativitas sebagai manifestasi dari proses tilikan individu terhadap lingkungannya secara holistik.
4.      Teori Eksistensial
Mengemukakan bahwa kreativitas merupakan proses untuk melahirkan sesuatu yang baru melalui perjumpaan antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam. Menurut May (1980), dengan teori eksistensial ini, setiap perilaku kreatif selalu didahului oleh ‘perjumpaan’ yang intens dan penuh kesadaran antara manusia dengan dunia sekitarnya.
5.      Teori Interpersonal
Menafsirkan kreativitas dalam konteks lingkungan sosial. Dengan menempatkan pencipta (kreator) sebagai inovator dan orang di sekeliling sebagai pihak yang mengakui hasil kreativitas. Teori ini menekankan pentingnya nilai dan makna dari suatu karya kreatif. Karena nilai mengimplikasikan adanya pengakuan sosial.
6.      Teori Trait
Memberikan tempat khusus kepada usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik utama kreativitas.
Betapa pentingnya pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh para wakil rakyat melalui Ketetapan MPR-RI No.11/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai berikut:
“Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang yang memerluka jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja” (Departemen Penerangan, 1983:60).
Perilaku kreatif adalah hasil dari pemikiran kreatif. Oleh karena itu, hendaknya sisitem pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif, di samping pemikiran logis dan penalaran.





Biasanya seseorang yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dasn disukai , mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri,keuletan dan ketekunan membuat mereka tidakcepat putus asa dalam  mencapai tujuan mereka.
1.      Thomas edison (Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa ‘Dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ”genius is 1% inpiration and 99% perpiration”.’
2.      Treffinger (Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa pribadi yan'g kreatif biasanya lebih teroganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan maslah yang mungkin timbul dan implikasinya.
3.      Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar sering biasa sering tampak pada orang kreatif; demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikan, misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajagi kota atau tempat baru

Seseorang yang berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
1.      Ciri yang lebih serius pada orang berbakat ialah ciri seperti idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti dari keberadaan mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukan perhatian pada masalah orang dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas, dan masalah lain yang dapat yang mereka amati di dalam masyarakat.
2.      Ciri  kreatif lainnya ialah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan misterius. Misalnya kecendrungan untuk percaya pada yang paranormal. Mereka lebih sering memiliki pengalaman indra ke enam atau kejadian mistis. Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka memiliki minat yang cukup  besar terhadap seni, satra, musik, dan teater. Sedemikian jauh, tampak seolah pribadi yang kreatif itu ideal. Namun, ada juga karekteristik dari seseorang  kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik, tetapi tidak penurut, hal ini dapat memusingkan kepala guru. Anak kreatif bisa juga bersifat tidak koperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan pengarahan.





“Penelitian pertama di indonesia tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan pada tahun 1977 dengan membandingkan pendapat tiga kelompok, yaitu pendapat psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yang digunakan ialah adaptasi dari Torrance, yaitu ideal pupil checklist yang terdiri atas 60 ciri yang melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan perbedaan kelompok orang yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif” (Munandar, 2004: 36).
Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut: berani dalam pendirian/keyakinan, melit (ingin tahu), mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan, bersibuk diri terus menerus dengan kerjanya, intuitif, ulet, tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja. Kenyataan menunjukan, bahwa guru dan orang tua lebih menginginkan perilaku sopan, rajin dan patuh dari anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas.
Bagaimana pandangan di indonesia tentang ciri-ciri pribadi yang kreatif dan ciri-ciri yang diinginkan pendidik pada anak? Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:
1.      Imajinatif
2.      Mempunyai prakarsa
3.      Mempunyai minat luas
4.      Mandiri dalam berfikir
5.      Melit
6.      Senang berpetualang
7.      Penuh energi
8.      Percaya diri
9.      Bersedia mengambil risiko
10.  Berani dalam pendirian dan keyakinan.

Ø Kendala Dalam Pengembangan Kreativitas Anak

Kreativitas merupakan faktor penentu keberbakatan di samping tingkat kecerdasan di atas rata-rata. ‘Namun, Amabile mengatakan bahwa lingkungan yang menghambat dapat merusak motivasi anak, betapa kuat pun, dan dengan demikian mematikan kreativitas’ (Munandar, 2004: 223)
Masalahnya ialah bahwa dalam upaya membantu anak merealisasikan potensinya, sering kita menggunakan cara paksaan agar mereka belajar. Penggunaan paksaan atau kekerasan tidak saja berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau memaksakan aturan-aturan, tetapi juga bila kita memberikan hadiah atau pujian secara berlebih. Amabile mengemukakan empat cara yang mematikan kreativitas, yaitu:
·         Evaluasi
Rogers (Munandar, 2004: 223) menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi. Bahkan menduga akan dievaluasi pun dapat mengurangi kreativitas anak. Selain itu kritik atau penilaian sepositif apapun meskipun berupa pujian dapat membuat anak kurang kreatif, jika pujian itu memusatkan perhatian pada harapan akan dinilai.
·         Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata tidak demikian. Pemberian hadiah dapat merusak motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.
·         Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri, karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa yang terbaik akan menerima hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sayangnya dapat mematikan kreativitas.
·         Lingkungan yang Membatasi
Albert Einstein yakin bahwa belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan paksaan. Sebagai anak ia mempunyai pengalaman mengikuti sekolah yang sangat menekankan pada disiplin dan hafalan semata-mata. Ia selalu diberitahu apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat mengulanginya dengan tepat, pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan menghilangkan minatnya terhadap ilmu, meskipun hanya utnuk sementara. Padahal, sewaktu baru berumur lima tahun ia amat tertarik untuk belajar ketika ayahnya menunjukkan kompas kepadanya. Contoh ini menunjukkan bahwa jika berpikir dan belajar dipaksakan dalam lingkungan yang amat membatasi, minat dan motivasi intrinsik dapat dirusak.

1.      Kendala dari Sosialisasi

Apa yang harus dilakukan pendidik? Cara-cara baku yang begitu lama diandalkan dalam mendidik dan mengajar anak melalui evaluasi, hadiah, kompetisi dan membatasi pilihan, dalam kenyataan dapat merusak kreativitas. Jika hal itu ditiadakan, bagaimana kita dapat berhasil dalam menyosialisasikan anak menjadi orang yang dalam tingkah lakunya sopan, bertanggung jawab dan taat hukum?
Jawabannya ialah bahwa seorang pendidik harus bertindak secara seimbang. Anak memerlukan pengendalian sehingga mereka merasa aman dalam lingkungan yang stabil dan andal, tetapi tidak sedemikian jauh bahwa mereka merasa seakan-akan apapun yang mereka lakukan adalah karena diharuskan. ‘Amabile mengemukakan bahwa pendidik perlu mentukan batas-batas terhadap perilaku anak didiknya tetapi sedemikian bahwa mereka dapat mempertahankan motivasi intrinsik mereka’ (Munandar, 2004: 225).
Namun yang membuat perbedaan bukanlah semata-mata apakah anak diberi pembatasan atau tidak, tetapi bagaimana pembatasan ini diberikan. Jika anak merasa diawasi, maka motivasi dan kreativitas akan terhambat. Tetapi jika pembatasan diberikan sedemikian, anak merasa mereka sendiri ingin berperilaku sebagaimana diharapkan, maka tidak perlu ada dampak penghambat terhadap motivasi dan kreativitas. Dampak penghambat kreativitas berupa pemberian penilaian dan hadiah agaknya bergantung dari bagaimana hal itu diberikan.

2.      Kendala dari Rumah

Tidak jarang karena keinginan orangtua membantu anak berprestasi sebaik mungkin, meraka mendorong anak dalam bidang-bidang yang tidak diminati anak. Akibatnya ialah, meskipun anak berprestasi cukup baik menurut ukuran standar, mencapai nilai tinggi, mendapat penghargaan, tetapi mereka tidak menyukai kegiatan tersebut sehingga tidak menghasilkan sesuatu yang betul-betul kreatif.
Menurut Amabile (Munandar, 2004: 227) ‘lingkungan keluarga dapat pula menghambat kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat empat “pembunuh kreativitas” yaitu evaluasi, hadiah, kompetisi, dan pilihan atau lingkungan yang terbatas’.

3.      Kendala dari Sekolah

a)      Sikap Guru
Dalam suatu studi, tingkat motivasi intrinsik siswa renda, jika guru terlalu banyak mengontrol, dan lebih tinggi jika guru memberikan lebih banyak otonomi.
Beberapa studi menunjukkan Pygmalion Effect, yaitu bahwa tanpa disadari seseorang berperilaku sebagaimana ia percaya orang lain mengharapkan ia berperilaku. Guru-guru sekolah dasar diberitahu bahwa anak-anak tertentu di dalam kelas akan menunjukkan “kemajuan yang luar biasa” dalam kinerja intelektual selama tahun pelajaran. Dalam kenyataan, nama siswa-siswa tersebut dipilih secara acak oleh peneliti. Yang mengejutkan ialah bahwa pada akhir tahun siswa-siswi tersebut betul-betul memperlihatkan kemajuan intelektual. Kemudian, peneliti menemukan bahwa kemajuan juga terjadi jika guru mengharapkan siswa meningkat dalam kreativitas.
Menurut Chaplin, harapan guru secara sadar atau tidak sadar dikomunikasikan kepada siswa, dan konsep diri serta harapan diri siswa dibentuk oleh umpan balik dari guru. Pygmalion Effect ini juga disebut self-fulfilling prophesy, yaitu penemuan bahwa tanpa disadari orang berperilaku sebagaimana mereka percaya orang lain mengharapkan mereka berperilaku (Munandar, 2004: 228).
b)      Belajar dengan Hafalan Mekanis
Pada dasawarsa 1960-an pendukung gerakan “kelas terbuka” (open classroom) menekankan bahwa metodependidikan tradisional, termasuk menghafal secara mekanis menghambat kreativitas. Bahkan ada yang berpendapat bahwa terlalu banyak pengetahuan merusak kreativitas. Namun, sekarang pendukung dari gerakan “back to basics” menyatakan bahwa pendidikan tidak ada gunanya jika tidak berdasarkan pembelajaran bahan pengetahuan dasar.
Agaknya kedua pandangan tersebut mempunyai segi benarnya. Tidak mungkin bahwa seseorang mempunyai terlalu banyak pengetahuan untuk dapat menjadi kreatif. Peningkatan dalam bidang pengetahuan tertentu akan meningkatkan kesempatan untuk menemukan kombinasi gagasan baru. Namun, mungkin saja bahwa kreativitas menjadi lumpuh jika pengetahuan dihimpun dengan cara yang keliru.
Salah satu cara yang salah untuk menghimpun pengetahuan adalah dengan belajar secara mekanis, mengahafal fakta tanpa pemahaman bagaimana hubungan antara fakta tersebut. Pengetahuan seperti itu dapat berguna untuk memperoleh nilai tinggi pada tes pilihan ganda, tetapi akan kurang berguna untuk menghasilkan karya kreatif.
c)      Kegagalan
Semua siswa pasti pernah mengalami kegagalan dalam pendidikan meraka, tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata terhadap motivasi intrinsik dan kreativitas.
Kegagalan tidak dapat dihindari seluruhnya, dan juga tidak perlu dihindari, karena kita dapat belajar dari kesalahan dan kegagalan. Bedanya ialah dalam cara guru membantu siswa memahami dan menafsirkan kegagalan.
d)     Tekanan akan Konformitas
Bukan guru saja yang dapat mematikan krativitas di sekolah. Anak-anak dapat saling menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas. Dampak dari tekanan teman sebaya nyata jika kita melihat gaya berpakaian ana, dan hiburan atau kegiatan waktu luang yang disukai. Pada umur sekitar sembilan tahun tekanan akan konformitas oleh teman sebaya dapat menghambat kreativitas anak. Penemuan bahwa kreativitas cenderung menurun pada tingkat kelas empat agaknya berkaitan langsung dengan teman sebaya (Torrance, dikutip Amabile, 1989). Padahal justru potensi kreatif itu dalam perwujudannya mencerminkan keunkan seseorang. Seyogianya setiap anak diberi kebebasan untuk “menjadi dirinya”.
e)      “Sistem” Sekolah
Lebih sering orang-orang yang sangat kreatif mempunyai kesulitan di sekolah karena menurut guru “mereka terlalu kreatif’. Bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan tingkat kreativitas yang tinggi, sekolah bisa sangat membosankan. Salah satu ciri anak berbakat kreatif ialah merasa bosan dengan tugas-tugas rutin.
Dalam tulisannya, Boredom, High Ability and Achievement Joan Freeman (1993) memberikan saran-saran bagaimana mengatasi rasa bosan anak berbakat di sekolah. Dari penelitiannya ia memperoleh hasil, bahwa kebosanan dapat timbul karena cara-cara belajar yang tidak tepat. Cara terbaik untuk menghindari menurunnya minat dan timbulnya kebosanan ialah dengan meningkatkan motivasi intrinsik. Bagi siswa berbakat pembelajaran harus menantang, dengan memberikan kepada mereka bahan pelajaran yang lebih majemuk dan merangsang. Mempertimbangkan minat khusus anak dan gaya belajarnya merupakan cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Pendekatan yang fleksibel dalam mengajar penting untuk meningkatkan kompetensi anak.


Ø  KESIMPULAN
Seperti yang kita ketahui, anak-anak yang kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Mengenai perkembangan kreativitasnya, Arasteh (Hurlock, 1982) mencoba untuk mengidentifikasi sejumlah usia keritis bagi perkembangan kreativitas pada usia mereka.  Pertama, pada usia 5–6 tahun ketika anak-anak siap memasuki sekolah, mereka belajar bahwa meraka harus menerima otoritas dan konformis dengan aturan dan tata tertib yang dibuat orang dewasa ( orangtua dan guru). Kedua, Usia 8 sampai 10 tahun ketika keinginan anak untuk diterima sebagai anggota gang mencapai puncaknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar